Ini Asal-Usul dan Makna dari Lomba 17-an
“Tujuh belas Agustus
tahun ’45, inilah hari kemerdekaan kita. Hari merdeka nusa dan bangsa, hari
lahirnya bangsa Indonesia. Merdeka ....!!”
Bulan Agustus menjadi bulan yang istimewa bagi bangsa
Indonesia. Berbagai kegiatan digelar untuk menyemarakkannya. Kurang lengkap
rasanya jika momen 17an tanpa diisi dengan kegiatan lomba. Mulai dari tingkat
RT hingga tingkat nasional. Namun, tahukah Anda dari mana tradisi lomba
Agustusan berasal? Lalu apa makna dari perlombaan itu?
Sorak penonton menyemangati para peserta lomba, menjadi
‘pemanis’ disetiap perlombaan. Lomba balap karung, panjat pinang, juga makan
kerupuk seakan menjadi tradisi setiap momen kemerdekaan.
Sejarahwan Bekasi, Ali Anwar, mengungkap acara 17-an dimulai
sejak 1950-an, ketika bangsa Indonesia benar-benar merdeka dan bangsa Belanda
sudah benar-benar kembali ke negaranya. Masyarakat saat itu memeriahkan
kemerdekaan dengan acara yang mengandung makna yang menggembirakan, seperti
pawai kolosal dan perlombaan di setiap kota kabupaten dan provinsi.
Dalam rangkaian acara 17-an itu juga ditampilkan teatrikal
yang menggambarkan kehebatan pejuang Republik Indonesia. “Meski hanya dengan
bambu runcing, namun pejuang Indonesia bisa mengalahkan penjajah Belanda yang
menggunakan senjata api lengkap dan tank baja,” katanya.
Setiap perlombaan tidak hanya sekadar kemeriahan untuk
mencari pemenang, tetapi juga memiliki arti yang dalam. Ali menjelaskan lomba
balap karung diadakan untuk mengenang masa-masa menderita saat dijajah Jepang. “Saking
menderitanya, sampai-sampai banyak rakyat kecil yang mengenakan pakaian terbuat
dari karung goni dan lembaran karet,” ungkapnya.
Lomba engrang sendiri diadakan untuk
mengenang bangsa Belanda yang tinggi jangkung, dan rakyat Indonesia juga bisa
jangkung tapi pakai egrang. Lomba tarik tambang sebagai semangat gotong-royong.
Ada juga lomba makan kerupuk untuk menghibur semua pihak, bahwa untuk
mendapatkan yang diinginkan harus dengan perjuangan.
Lalu,
Lomba panjat pinang merupakan tradisi orang
Belanda di Indonesia yang menghibur dirinya dengan menyaksikan pribumi yang
bersusah payah mengambil berbagai barang di puncak pohon pinang, namun dilumuri
minyak oli. Namun, tradisi itu masih berlangsung hingga saat ini. Bedanya, saat
ini antara donatur dengan rakyat sama-sama senang, tanpa ada unsur melecehkan.
Ali
Anwar sendiri mengaku pernah suka dengan lomba makan kerupuk. “Selain
bisa makan, juga dapat hadiah. Sedangkan lomba yang mengasah ilmu, dengan cara
mengikuti lomba penulisan,” ungkapnya.
Ali juga berharap kemerdekaan Indonesia bisa kembali ke
khitbahnya sesuai Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. Bahwa
sesunggunya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. “Agar tidak dijajah lagi oleh bangsa
asing atau bangsa sendiri, maka anak-anak Indonesia harus berpendidikan,
menjalankan ajaran agama dengan sebaik-baiknya, memupuk semangat nasionalisme
dan patriotisme sejak dini,” tuturnya.
Artikel ini sudah diterbitkan di BekasiUrbanCity
0 Komentar :
Post a Comment