Ditengah
mahalnya harga daging, tempe bisa menjadi alternatif pemenuh kebutuhan
protein harian bagi tubuh. Selain bernilai gizi tinggi, tempe juga punya
nilai budaya dan sejarah yang perlu dipatenkan.
Tempe
dihasilkan dari fermentasi kacang kedelai oleh kapang Rhizopus
oligosporus. Tempe telah ditemukan beberapa abad lalu oleh nenek moyang
Indonesia. Makanan fermentasi ini sudah dikonsumsi sejak tahun 1700-an.
“Banyak dokumen yang menyebutkan tempe berasal dari daerah Bayat,
Klaten, Jawa Tengah. Ini tertera dalam Serat Centhini,” kata Ketua
Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan) Indonesia Prof
Hardinsyah MS, dikutip dari Antara.com.
Dengan
mengonsumsi tempe, kita telah memehuhi 10% dari total protein harian,
sementara telur 1.25%, daging 3.15% dan sereal sekitar 60%. Sayangnya,
tempe masih dianggap sebagai pangan kelas sosial ekonomi rendah. Tempe
sendiri masih kurang mendapat perhatian masyarakat Indonesia.
Di
negara lain, tempe digunakan untuk mengatasi masalah kurang gizi pada
masyarakat miskin, serta potensi untuk mencegah penyakit kronis. Hal ini
bisa berpotensi tempe diklaim dan diakui sebagai pangan asli negara
lain, padahal sudah jelas, tempe adalah makanan khas Indonesia.
Pergizi
Pangan Indonesia bersama Institut Pertanian Bogor dan Forum Tempe
Indonesia mengusulkan tempe sebagai warisan budaya tak benda ke
Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNESCO). Sebelumnya, batik berhasil mendapat pengakuan
dari UNESCO yang tercatat dalam daftar “Intangible Cultural Heritage of
Humanity”.
Kini, tempe butuh bantuan Anda. Dengan menandatangani petisi berikut: Klik di sini, berarti Anda telah mendukung tempe sebagai warisan budaya tak benda ke
Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Dengan adanya
pengakuan tersebut, nantinya juga bisa memperbaiki status tempe yang
selama ini dikenal sebagai pangan masyarakat miskin sehingga dapat
dikonsumsi dengan bangga oleh semua kalangan.
Artikel ini sudah diterbitkan di BekasiUrbanCity.com
0 Komentar :
Post a Comment