Yuk, Dukung Tempe Sebagai Warisan Budaya Indonesia!

Thursday, August 27, 2015

Yuk, Dukung Tempe Sebagai Warisan Budaya Indonesia!


Ditengah mahalnya harga daging, tempe bisa menjadi alternatif pemenuh kebutuhan protein harian bagi tubuh. Selain bernilai gizi tinggi, tempe juga punya nilai budaya dan sejarah yang perlu dipatenkan.


Tempe dihasilkan dari fermentasi kacang kedelai oleh kapang Rhizopus oligosporus. Tempe telah ditemukan beberapa abad lalu oleh nenek moyang Indonesia. Makanan fermentasi ini sudah dikonsumsi sejak tahun 1700-an. “Banyak dokumen yang menyebutkan tempe berasal dari daerah Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Ini tertera dalam Serat Centhini,” kata Ketua Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan) Indonesia Prof Hardinsyah MS, dikutip dari Antara.com.

Dengan mengonsumsi tempe, kita telah memehuhi 10% dari total protein harian, sementara telur 1.25%, daging 3.15% dan sereal sekitar 60%.  Sayangnya, tempe masih dianggap sebagai pangan kelas sosial ekonomi rendah. Tempe sendiri masih kurang mendapat perhatian masyarakat Indonesia.
Di negara lain, tempe digunakan untuk mengatasi masalah kurang gizi pada masyarakat miskin, serta potensi untuk mencegah penyakit kronis. Hal ini bisa berpotensi tempe diklaim dan diakui sebagai pangan asli negara lain, padahal sudah jelas, tempe adalah makanan khas Indonesia.

Pergizi Pangan Indonesia bersama Institut Pertanian Bogor dan Forum Tempe Indonesia mengusulkan tempe sebagai warisan budaya tak benda ke Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).  Sebelumnya, batik berhasil mendapat pengakuan dari UNESCO yang tercatat dalam daftar “Intangible Cultural Heritage of Humanity”.

Kini, tempe butuh bantuan Anda. Dengan menandatangani petisi berikut: Klik di sini berarti Anda telah mendukung tempe sebagai warisan budaya tak benda ke Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Dengan adanya pengakuan tersebut, nantinya juga bisa memperbaiki status tempe yang selama ini dikenal sebagai pangan masyarakat miskin sehingga dapat dikonsumsi dengan bangga oleh semua kalangan.

Artikel ini sudah diterbitkan di BekasiUrbanCity.com

0 Komentar :

Post a Comment