Aku Melihatnya, Aku Mengingatnya
“Baik,
materi selanjutnya kita teruskan minggu depan.”
D
|
ua
mata kuliah hari itu telah usai. Sudah menunjukan pukul 13.00 WIB, waktunya
pulang.
Aku
seorang mahasiswi program studi Penerbitan (Jurnalistik) tingkat dua disalah
satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. Empat bulan bosan menjadi anak kos, akhirnya
aku memilih menjadi mahasiswi penglaju. Bagi banyak orang, Bekasi-Depok memang
terdengar jauh, namun bagiku, itu sesuatu hal yang biasa. Kereta listrik setia mengantarkanku
pergi pulang kampus. Penuh, sesak, menjadi gambaran yang tepat saat naik krl di
jam sibuk. Yaa.. inilah Indonesia.
Kwrrrrrrk......!!
Bukan suara asing lagi. Suara perut itu
seperti alarm yang mengingatkan bahwa sudah waktunya makan.
“Makannya
di Stasiun Manggarai saja deh.” Tegasku dalam hati. Jika
harus makan di kampus, pasti akan memakan waktu yang lebih lama.
Kereta
siang itu relatif sepi, tak banyak penumpang yang berdiri dan bersyukur, aku
mendapatkan tempat duduk. Waktu yang ditempuh untuk sampai Stasiun Manggarai
sekitar 20 menit. Disaat seperti ini, aku selalu mencuri waktu untuk tidur atau
sejenak merebahkan lelah dalam sandaran. Orang yang naik kendaraan pribadi
tidak akan tahu, enaknya tidur dalam perjalanan.
Rrrrrrrrr....
Getar
telepon genggam membangunkanku.
“Satu
pesan baru dari mama,”
“Jangan
lupa makan siang kak!“ pesannya.
“Iya
ma, aku engga lupa kok.”
Finally, Sampai
juga di Stasiun Manggarai. Langkahku langsung tertuju pada minimarket yang ada
di peron satu stasiun ini. Membeli makanan siap saji yang cukup untuk makan
siangku. Aku biasa makan di peron dua Stasiun Manggarai, di bawah kanopi bekas
peninggalan Belanda. Istimewanya, Belanda hanya membangun kanopi seperti ini di
Stasiun Manggarai. Sayangnya, kanopi Belanda yang berada di peron satu sudah
diganti dengan stainles besi. Hanya
tersisa di peron dua dan di peron tiga.
Cuaca
Manggarai siang itu terik sekali. Matahari terasa begitu semangat menyinari
Jakarta. Belum habis menyantap makan siangku, pandanganku terkunci pada seorang
pemuda memakai jaket hitam dan celana jeans, sambil menggendong gitar di
pundaknya. Dia berdiri tepat diseberang peron.
Sambil
menghabiskan makanan, perhatianku masih tertuju pada pemuda itu. Memperhatikan
dia berjalan, memainkan telepon genggam, menelpon, sampai bosan berdiri, lalu
ia duduk di pesisir tangga peron.
“lho,
buat apa aku memperhatikan dia terus. Kenal juga tidak, tapi rasanya ada yang
aneh.....”
Pandanganku
terpaling, mencari tempat sampah untuk membuang sisa bungkus makanan. Ketika
ingin melihat pemuda itu lagi, ternyata ia sudah hilang.
“Para
penumpang tujuan Bekasi harap mempersiapkan diri di peron jalur 4.” himbau
petugas stasiun.
Peron
4 siang itu cukup dibilang ramai.
Stasiun Manggarai memang stasiun yang tak pernah sepi karena ini adalah
satu dari lima stasiun transit bagi penumpang krl Jabodetabek. Sebelum naik
krl, petugas stasiun selalu mengingatkan bagi para penumpang untuk memperhatikan
barang bawaan agar tidak tertinggal di area stasiun. Juga, memberikan
kesempatan bagi para penumpang yang akan turun terlebih dahulu
***
P
|
ulang
kuliah hari ini lebih cepat dari kemarin. Aku memilih untuk makan siang di
kampus. Seusai makan siang langsung menuju stasiun, lalu kembali ke rumah.
Waktu berkata lain, ternyata kereta dari bogor datang lebih lama dari biasanya.
Kali ini aku harus menunggu hingga 15 menit di stasiun.
Nguuuuung....
“Nah,
itu dia keretanya,” ceriaku dalam hati.
Semua
berlalu seperti biasa, aku memanfaatkan waktu perjalanan untuk beristirahat
hingga akhirnya sampai di Stasiun Manggarai. Sepertinya, memang ini bukan hari
keberuntunganku, krl Bekasi baru saja berangkat Manggarai.
“ah..
sial!” kesal ku. Aku harus menunggu 30 menit untuk naik krl selanjutnya. Tak
banyak yang ku lakukan, hanya memperhatikan kereta yang berlalu lalang dan “hei,
orang itu lagi!” teriakku dalam hati
aku
tersentak ketika melihat pemuda itu lagi. Pemuda yang sama. Gaya berpakaiannya pun
masih sama. Jaket, celana jeans, dan gitar di pundaknya. Kali ini ia terlihat
bingung. Benar dugaanku. Dia menanyakan sesuatu kepada petugas.
Keningku
berkerut “Ia menunggu di peron 4? Apa dia juga akan ke Bekasi?”
0 Komentar :
Post a Comment