Aku Melihatnya, Aku Mengingatnya

Thursday, March 5, 2015

Aku Melihatnya, Aku Mengingatnya




“Baik, materi selanjutnya kita teruskan minggu depan.”


D
ua mata kuliah hari itu telah usai. Sudah menunjukan pukul 13.00 WIB, waktunya pulang.

Aku seorang mahasiswi program studi Penerbitan (Jurnalistik) tingkat dua disalah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. Empat bulan bosan menjadi anak kos, akhirnya aku memilih menjadi mahasiswi penglaju. Bagi banyak orang, Bekasi-Depok memang terdengar jauh, namun bagiku, itu sesuatu hal yang biasa. Kereta listrik setia mengantarkanku pergi pulang kampus. Penuh, sesak, menjadi gambaran yang tepat saat naik krl di jam sibuk. Yaa.. inilah Indonesia.

Kwrrrrrrk......!!
 Bukan suara asing lagi. Suara perut itu seperti alarm yang mengingatkan bahwa sudah waktunya makan.
“Makannya di Stasiun Manggarai saja deh.” Tegasku dalam hati. Jika harus makan di kampus, pasti akan memakan waktu yang lebih lama.

Kereta siang itu relatif sepi, tak banyak penumpang yang berdiri dan bersyukur, aku mendapatkan tempat duduk. Waktu yang ditempuh untuk sampai Stasiun Manggarai sekitar 20 menit. Disaat seperti ini, aku selalu mencuri waktu untuk tidur atau sejenak merebahkan lelah dalam sandaran. Orang yang naik kendaraan pribadi tidak akan tahu, enaknya tidur dalam perjalanan.

Rrrrrrrrr....
Getar telepon genggam membangunkanku.
“Satu pesan baru dari mama,”
“Jangan lupa makan siang kak!“ pesannya.
“Iya ma, aku engga lupa kok.”

Finally, Sampai juga di Stasiun Manggarai. Langkahku langsung tertuju pada minimarket yang ada di peron satu stasiun ini. Membeli makanan siap saji yang cukup untuk makan siangku. Aku biasa makan di peron dua Stasiun Manggarai, di bawah kanopi bekas peninggalan Belanda. Istimewanya, Belanda hanya membangun kanopi seperti ini di Stasiun Manggarai. Sayangnya, kanopi Belanda yang berada di peron satu sudah diganti dengan stainles besi. Hanya tersisa di peron dua dan di peron tiga.

Cuaca Manggarai siang itu terik sekali. Matahari terasa begitu semangat menyinari Jakarta. Belum habis menyantap makan siangku, pandanganku terkunci pada seorang pemuda memakai jaket hitam dan celana jeans, sambil menggendong gitar di pundaknya. Dia berdiri tepat diseberang peron.

Sambil menghabiskan makanan, perhatianku masih tertuju pada pemuda itu. Memperhatikan dia berjalan, memainkan telepon genggam, menelpon, sampai bosan berdiri, lalu ia duduk di pesisir tangga peron.
“lho, buat apa aku memperhatikan dia terus. Kenal juga tidak, tapi rasanya ada yang aneh.....”

Pandanganku terpaling, mencari tempat sampah untuk membuang sisa bungkus makanan. Ketika ingin melihat pemuda itu lagi, ternyata ia sudah hilang.

“Para penumpang tujuan Bekasi harap mempersiapkan diri di peron jalur 4.” himbau petugas stasiun.
Peron 4 siang itu cukup dibilang ramai.  Stasiun Manggarai memang stasiun yang tak pernah sepi karena ini adalah satu dari lima stasiun transit bagi penumpang krl Jabodetabek. Sebelum naik krl, petugas stasiun selalu mengingatkan bagi para penumpang untuk memperhatikan barang bawaan agar tidak tertinggal di area stasiun. Juga, memberikan kesempatan bagi para penumpang yang akan turun terlebih dahulu
***
P
ulang kuliah hari ini lebih cepat dari kemarin. Aku memilih untuk makan siang di kampus. Seusai makan siang langsung menuju stasiun, lalu kembali ke rumah. Waktu berkata lain, ternyata kereta dari bogor datang lebih lama dari biasanya. Kali ini aku harus menunggu hingga 15 menit di stasiun.
Nguuuuung....

“Nah, itu dia keretanya,” ceriaku dalam hati.

Semua berlalu seperti biasa, aku memanfaatkan waktu perjalanan untuk beristirahat hingga akhirnya sampai di Stasiun Manggarai. Sepertinya, memang ini bukan hari keberuntunganku, krl Bekasi baru saja berangkat Manggarai.

“ah.. sial!” kesal ku. Aku harus menunggu 30 menit untuk naik krl selanjutnya. Tak banyak yang ku lakukan, hanya memperhatikan kereta yang berlalu lalang dan “hei, orang itu lagi!” teriakku dalam hati

aku tersentak ketika melihat pemuda itu lagi. Pemuda yang sama. Gaya berpakaiannya pun masih sama. Jaket, celana jeans, dan gitar di pundaknya. Kali ini ia terlihat bingung. Benar dugaanku. Dia menanyakan sesuatu kepada petugas.

Keningku berkerut “Ia menunggu di peron 4? Apa dia juga akan ke Bekasi?”

(Bersambung)

0 Komentar :

Post a Comment